Penghubung Semesta [2]

Aku mau kamu tidak pergi, ya?

Kemarin aku menemui semesta di sela-sela langit, bercerita betapa bahagianya hidupku di bumi setelah bertemu kamu. Semesta ingin aku bicara padamu layaknya gumpalan awan pada tiap rintik sebelum jatuh ke bumi. Awan yang selalu berkata manis.

Mencintaimu yang kamu ingin itu seperti apa? Kamu bisa bilang padaku. Jika aku bisa, aku akan melakukannya. Jika tidak, aku akan berusaha. Jikalau menurutmu aku tak perlu mencintaimu juga tak apa, asal hatimu mengatakannya.

Mudah. Kalau dirasa aku mengusikmu dengan banyaknya kata, kamu hanya perlu menyuruhku untuk tak mencintaimu, untuk tak perlu menuliskan tentang apa-apa lagi.

Kalimatku belum sampai pada hatimu, ya? Pantas saja aku kewalahan. Aku harus memenjarakan harapku.

Aku tak mau semesta menghadiahkan perpisahan untuk kita. Aku tak mau segala tawa yang pernah terkenang hanya bertuju untuk membuat pilu. Aku ingin berteriak pada keadaan untuk tidak membuatmu pergi. Rasaku tak akan terselamatkan.

Karena aku menemukan sosok yang membuatku merasa tak asing dengan kebahagiaan. Untuk kali ini hatiku berdebar pada orang yang tepat.

Maka bisakah setelah aku bergumul dengan rasa-rasa paling buruk dari patah hati, aku dipertemukan dengan seseorang yang sepenuh hatinya mau melihat senyumku mengembang?
Atau bila memang berat menjadikan mauku nyata, biarkan aku mematung di sudut kota dengan bibir yang tak tersenyum namun juga tidak murung.

Biarkan aku berdiri tegak dijatuhi rintik dari langit akibat rasaku sendiri.



Comments