Kata Relung

Kini rona bahagiaku sedang menari di pelukanmu.

Malam ini seluruh kataku dikuasai tentangmu. Entah rindu atau pucuk cinta namanya, padahal setiap hari aku tak pernah ketinggalan tatap teduh dan senyummu yang hangat itu. Tak perlu menjelang senja untuk menunggumu pulang bekerja. Pengecualian, satu hari dalam seminggu setiap malam minggu kerjamu lebih ekstra hingga larut.

Misalnya,
Malam ini.

Aku harus menunggumu pulang lebih lama dari biasanya tapi sepertinya malam ini aku akan tidur lebih awal. Sebelum tidur, kamu mau aku bercerita apa? Bercerita tentang bagaimana aku bisa mencintaimu lalu menujumu?

Sekarang, kamu telah menjadi tempat teduh untukku mengaduh. Kamu menjadi yang tubuhnya kuat dan pemaaf. Aku merasa dicintai dan dipedulikan. Aku tak pernah berpikir mengucap selamat tinggal. Sekalipun aku tak pernah berniat pergi. Apapun yang kamu lakukan, apapun yang ada pada dirimu selalu kusyukuri.

Aku selalu ingin merobohkan diriku pada pelukmu, dan mengatakan seolah denganmu aku tak perlu lagi merasa tak baik-baik saja atas apapun. 

Rasanya baru kali ini aku lebih dekat dengan kebahagiaan; karenamu. Ternyata harapan yang berwujud itu memang ada; nyatamu

Jika resah menerka cemas 
Kemarilah
Kusediakan peluk
Kuhangatkan nadi

Jika sesak hadir
Pejamkan matamu
Mendekaplah padaku
Akan kuleburkan ia bersama waktu

Itu puisi untukmu. Cukup, ya? Aku mau kamu tersenyum membacanya sambil merasa tulisan ini untukmu, kalau kamu merasa bolehkah kamu mengecup lalu mengatakan selamat tidur untukku? Eh, tidurku akan sangat pulas, pasti tidak akan terdengar ketika kamu mengatakannya. Jadi, kamu kirim pesan saja. Biar esok bisa kubaca.

Ya? Kalau tidak, aku mau marah.






Comments