Aku tidak tau bahwa kau telah terlahir ke dunia, kau nyata, dan kita bernapas di semesta yang sama. Aku mau bersyukur atas apapun. Yang pertama aku bersyukur karena kamu dikirim semesta, masih yang pertama aku sangat berterima kasih karena kamu ada pada daftar orang-orang yang membuatku merasa beruntung sudah dilahirkan untuk hidup yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.
Maaf, karena belakangan ini aku sibuk dengan pekerjaan yang menuntutku harus menyelesaikan ribuan kata. Aku jadi sering melewatkan saat-saat untuk berbincang denganmu. Seharusnya aku mendengar ceritamu bertemu orang-orang baru selama perjalanan bertualang.
Sebelum aku mendengar ceritamu, aku ingin bercerita hal manis pada mereka.
Pagi tadi kutemukan surat manis di dekat rak buku, tulisannya tegak bersambung. Di meja depan kulihat roti tawar, biskuit, dan teh hangat.
"Tak akan lama, kali ini aku bersepeda tak jauh dari rumah. 10 menit lagi aku pulang. Kusiapkan sarapan untukmu. Selamat hari Minggu, Nona."
Aku menyaksikan hidup dari semua hal yang pernah padam. Aku percaya pada kata-kata Ibuku bahwa masih ada hal-hal indah dari sesuatu yang terbelah. Aku mau jiwamu terus hidup untukku agar aku bisa terus hidup menikmati seluruh kerinduan. Boleh, ya?
Ketimbang aku, kau selalu lebih pandai merangkul rangkulan lengan kita yang sama-sama lelah setelah seharian bekerja. Malaikat mungkin cemburu pada caramu mengucap dan menyisir rambutku untuk menyembunyikan isi kepalaku yang penat karena mencari diksi.
Ada kesabaran yang bertumbuh subur setiap harinya dan kini waktu tiba didepan mata. Terima kasih, ya?
Kutulis sajak-sajak cinta
Comments
Post a Comment