Langit malam sangat kusam karena hujan mengguyur tubuh kota kita yang sama. Waktunya aku merayu Tuhan dengan romantis, memintamu untuk tidak pernah pergi.
Aku tak pernah mau menunggu kepergian. Sayang, mungkin cepat atau lambat aku harus menerimanya.
Namun satu hal yang aku pinta sebelum kepergian ada di pihakmu; kamu tak lupa untuk mengucapkan selamat tinggal agar perpisahan tak terasa janggal.
Kamu pergi, aku ingin lebih jauh pergi. Berkelana menatap rona senja, merangkai ratusan bintang setiap malam. Tinggal di tanah yang tak bermusim. Disambut pagi dengan hujan yang tak sampai puluhan menit, lalu mentari kembali menghangatkan.
Selepas kamu pergi,
Aku akan menyeret paksa binar senyummu untuk semakin jauh, memangkas memori atas rajutan mimpi.
Menghilangkan pandangku bahwa kamu serupa memberi terang pada lilin yang terbujur diam. Namun akhirnya kamu tiup hingga hampir temaram. Dan aku kembali beku dan mati seiring redupnya kenang.
Comments
Post a Comment