Belum sempat kumiliki, aku sudah merasa kehilangan. Ada-ada saja memang lelucon bumi. Bisa-bisanya ia membuat kehilangan bahkan sebelum saling memiliki.
Bumi, bumi... Kamu sangat berperan penting di hidupku. Sampai-sampai aku harus melibatkanmu untuk kebahagaiaanku.
Jadi, bisakah kita berbicara? Tak perlu dari mata ke mata, aku hanya perlu berbicara denganmu lewat kata ke hati.
Jika tatap sendu manusia tak sampai pada jiwamu, semoga kata akan sampai pada perputaranmu. Bumi, kamu sedang membaca kalimat ini, kan? Benar, ini untuk kamu. Semoga kamu memahaminya, ya.
Orang-orang bilang padaku, mereka tidak suka leluconmu. Memang tidak ada lelucon lain? Kamu sama sekali tidak mengizinkan mereka untuk saling memiliki dengan yang dikasihinya.
Mereka tidak mengerti mauku, aku melakukannya karena aku tidak mau semakin banyak penduduk bumi yang patah hatinya karena merasa telah saling, padahal mereka asing. Mereka merasa cintanya tak akan pernah berpaling, padahal satu diantara berdua tidak ada cinta yang paling.
Aku tau maksudmu baik, lantas mengapa kamu malah menyebarkan kerlap-kerlip cinta untuk menerangi setiap rongga dada manusia? Ketika mereka mencoba menajamkan nyali untuk mencintai, kamu menghujamkan kehilangan dengan seketika. Ini seperti kutukan, mereka patah hati sebelum cinta tiba di relung yang paling dasar.
Kamu keras kepala, Nona.
Apa aku salah untuk menuntut cintaku sendiri?
--Bumi terdiam--
Comments
Post a Comment