Jika aku menganggap ini sebuah kepatah-hatian, bagaimana dengan kamu?
Aku banyak kehilangan malam yang semula terjaga riang, kini menjadi gagu. Aku kembali mendekap sepi sendirian, kembali bercengkrama dengan kegelisahan.
Ah,
Andai aku bisa menjadi perempuan yang bisa memesan takdir. Namun sungguh, ini sebuah kemustahilan kedua setelah aku ingin mengintip takdirku sendiri.
Banyak yang belum aku ceritakan tentang dunia yang pernah tidak ada di pihakku. Rasa-rasanya sangat menyedihkan, aku berdiri di bumi seorang diri dengan kekuatan tumpuan kaki yang kupunya. Tidak ada tangan yang membantuku untuk berpegangan, apalagi untuk berjalan melewati semuanya.
Di temaram bulan sabit, sebelum aku menamatkan semuanya kamu lebih dulu memilih terbang mengangkasa.
Aku tidak mungkin lancang untuk menahannya. Ku biarkan ia mengepakkan sayapnya. Ia menoleh dan berseru, "Suatu saat kita akan bersua kembali, aku akan mendekap dirimu tanpa harus menyapa."
Aku melambaikan tangan untuk terakhir kalinya, "Pergilah, karena sedari awal kamu hanya lamunan."
Di dalam keheningan, malam yang semakin temaram melahirkan sajak-sajak sunyi.
Binar bulan yang semula bercahaya kini membias pada matamu, menanggalkan segala yang hampa.
Comments
Post a Comment