Untukmu, dan Tetap Untuk Kamu

Apa kabar, Tuan?
Kalau kamu bertanya kabarku, aku baik-baik saja.

Tuan, hari ini aku lancang. Aku bukan siapa-siapa tapi aku menanyakan kabarmu pada Ibumu.
Maaf aku lebih lancang dari perempuanmu. Tentu saja perempuan yang kini sedang disampingmu tidak perlu menanyakan kabar apapun. Jelas-jelas kamu nyata ada dihadapannya. Sedangkan aku?

Aku dengar kotamu sedang banjir?
Cemas? Tentu.
Setahuku kamu tidak pernah membuat orang lain cemas. Kali ini aku benar-benar cemas, apalagi Ibumu bercerita bahwa akhir-akhir ini kamu sangat sibuk, jarang membalas pesannya.

Tuan, sesibuk apa kamu saat ini?
Beliau memintaku untuk terus mendoakanmu, mendoakan segala kelancaran perihalmu.
Kubilang, "Pasti. Akan selalu kulakukan."

Ibumu membalas dengan emoticon senyum tiga kali, lalu setelahnya berbisik di voice note "Jodoh takkan kemana-mana."
Aku tersenyum mendengarnya, Tuan.
Biasanya aku yang selalu tahu kabarmu setelah Ibumu. Sangat manis.

Manusia hanya bisa berencana, perihal takdir kita kembalikan lagi pada Sang Maha Cinta.

Sayang, perpisahan bukanlah rencana kita, kan?
Kita hanya merencanakan kapan dan akan menikah dengan konsep yang seperti apa?

Ternyata ada kuasa yang lebih besar daripada rencana manusia.

Tidak tahu malu kalau aku menyesal telah mencintaimu. Ini bukan hitungan waktu yang sebentar.
Sampai hari ini, aku selalu berpikir tidak pernah mencintai orang yang salah.

Tidak sepertimu yang selalu mengulang-ngulang mengatakan pada dunia bahwa kamu mencintai orang yang salah, yaitu aku.

Aku ingin mengulang waktu untuk menjadikan semuanya baik-baik saja. Tidak semuanya salahmu, aku pernah salah, kita pernah bersalah. Pahamilah, aku lebih mencintaimu dari besarnya salahmu dan kesalahan kita.

Aku tidak pergi, kamu yang memilih pergi. Membawa semua mimpi dan harapanku.
Sekali lagi aku tidak pergi, sayang. Aku ada.
Tapi tidak mungkin aku terus-terusan menahan orang yang tidak ingin bertahan, bukan?

Aku mencintaimu dan aku beruntung sempat dimiliki kamu, itu saja.



Comments