Kau Mati dalam Tulisanku, Kau Hidup dalam Diksiku

Aku sedang menunggu manusia yang tidak pernah meminta untuk ditunggu. Menurutmu, itu suatu pilihan atau kebodohan?
Akhirnya aku bisa membiarkanmu mati dalam tulisan-tulisanku --hanya tiga puluh hari-- selebihnya, kau hidup lagi. Ternyata aku tidak bisa membiarkanmu benar-benar mati.

Aku memilih membunuhmu dalam tulisan, karena tidak berdosa meski aku sendiri yang membuatnya hidup kembali.
Sayang, kau meminta untuk tidak hidup lagi disemua tulisanku. Loh-loh, seburuk itu tulisanku dibanding tulisan perempuanmu itu?

Kalau ada manusia yang menemaniku untuk menulis, kau tidak perlu patah, yaa?
Kau yang mengajariku, kau lupa?
Biar aku ingatkan..
Sepertinya kau lupa ketika menunjukan tulisan perempuan itu padaku.
"Dia menuliskan sebuah teka-teki untukku, kau harus membacanya. Aku tidak bisa menebaknya, kau pasti bisa karena kalian sama-sama penulis."

Ingin teriak, tapi suaraku tertahan
Ingin menangis, tapi seperti ada benteng yang menghalangi agar air mataku tidak tumpah
Ingin marah, memang aku siapanya?

Kapan perempuan itu kau kenalkan pada dunia?
Kenapa kau hanya kenalkan padaku saja? Aku bukan duniamu, kan?
Eh, kenapa kau tidak mengenalkan perempuanmu padaku secara langsung?

Dari banyaknya perempuan, kenapa kau memilih perempuan seorang penulis? Kenapa kau tidak memilih seorang penari, penyanyi atau pelukis sekalian?

Manusia yang selalu aku tulis, tidak pernah menjadi pembaca.
Seindah apapun diksi yang ku pakai untuk menjadikannya puisi tidak akan pernah dia baca. Sampai kapan?

Setiap aku menjadikanmu puisi, kenapa selalu orang lain yang merasa bahwa puisi itu untuknya?
Manusia kadang begitu~
Menulis untuk siapa, yang merasa siapa. Lucu. Tapi aku tidak ingin tertawa.

Aku juga tidak paham, ditengah beberapa manusia yang memintaku untuk mempuisikannya --selalu aku tolak--
Ku pikir, sejauh ini puisiku hanya untukmu --manusia berhati batu--
Kenapa aku selalu mempuisikan kau yang tidak pernah meminta untuk aku puisikan, ya?

Boleh aku meminta satu hal?
Kalau kau tidak akan kembali, kembalikan lagi hati yang sudah ku titipkan secara utuh. Dulu, aku mentipkannya dalam kondisi utuh, kan? Berarti kau juga harus mengembalikan dengan utuh pula.
Tidak perlu membawa hatiku ketika kau dengan perempuanmu, kembalikan saja.

Meskipun kau tidak akan pernah membacanya, aku akan tetap menuliskanmu sampai ada manusia yang menjadikanku tujuannya. Entah siapa manusia itu :)
Mungkin tetap kau, mungkin manusia lain (?)
Mungkin suatu saat kau akan membacanya, aku tidak akan memaksa kau harus membaca hari ini. Mungkin juga kau akan membaca tulisan ini ketika aku sudah tidak di dunia yang sama denganmu :)

Comments

Post a Comment