Jatuh cinta terlalu dalam
memang tidak baik, jatuh cinta itu kejam, bisa mengakibatkan kecewa dengan waktu
yang lama untuk netral kembali, juga akan menjadikan hati enggan lagi untuk
mencintai. Itu menurutku, entah menurut kalian. Semua orang memiliki versi
masing-masing dalam mengelola hati, ada yang lebih mudah mencintai semudah
mengedipkan mata, bahkan akan ada yang lebih sulit mencintai seperti menghitung
bintang malam ini.
Sepertinya, ini akhir
kisah yang selama ini aku bungkus dalam metofora puisiku. Sepertinya pula, ini
adalah tulisan terakhirku yang akan menceritakanmu.
Setelah aku menulis ini, pembaca akan sedikit kehilangan kisah
selanjutnya –termasuk kau— kau tidak akan menemukanku lagi, apalagi kau
mencariku pada tulisanku, tidak akan kau temukan.
Karena, aku sudah memutuskan untuk tidak mencintainya
lagi; dengan terpaksa.
Dan untuk saat ini dan entah sampai kapan aku memutuskan untuk enggan
lagi mengenal apa itu perasaan.
Semoga saja ini bukan mati rasa.
Aku bahagia pernah menjadi pilihanmu, meski pada
akhirnya kau memilih yang lain.
Ini salahku, bukan salahmu.
Kalau aku tak punya salah, kenapa kau memilih yang lain?
Hah,
Ambyar semua ambyar pikiranku!!
Sampai saat ini kurasa
kau memang ada di pelukan yang salah. Maksudku, kenapa harus perempuan itu? Ohh
bukan, maksudku, kenapa bukan aku yang menjadi perempuanmu?
Bukan, bukan..
Maksudku, semoga kau tak salah memilih seperti pertama kau memilihku
namun pada akhirnya kau mengatakan bahwa kau salah memilihku.
Kau membunuh perasaanku
dengan paksa, memaksaku untuk enggan mencintaimu.
Loh, ko ada yaa manusia yang enggan untuk dicintai?
Dan kenapa itu harus kau?
Kau pikir meniadakan rasa itu mudah?
Mungkin, kau pikir semuanya mudah semudah mengepalkan telapak tangan.
Bagiku tidak,
Ini cukup sulit
Ketika aku menulis ini,
kenapa kau tetap ada dalam pikiranku?
Tak bisakah kau enyah sebentar?
Ini kan maumu?
Ah, rumit.
Dipaksa untuk tidak mencintai itu pahit.
Ku dengar, perempuanmu
suka puisi, ya?
Selamat,
Setiap harinya kau akan dijadikan inspirasinya untuk menulis
Ku dengar, perempuanmu suka kopi, ya?
Selamat,
Kau punya tugas untuk menyeduhkannya kopi setiap pagi ketika dia mulai
menulis.
Ku dengar, perempuanmu juga suka senja?
Selamat,
Separuh waktu soremu akan dihabisakan bersamanya,
Ku dengar, perempuanmu penulis hebat, ya?
Selamat,
Kau memang pantas dengannya.
Tidak mungkin aku yang seperti ini untukmu yang
seperti itu.
Tenang,
Menjadi pasangan penulis itu menyenangkan, kau tak akan bosan. Setiap
harinya kau akan melihat dia menulis puisi didepanmu dengan mata yang terpejam;
untuk mencari inspirasi. Padahal inspirasi itu ada dihadapannya.
Sudah, ya.
Terlalu asyik memang menceritakanmu, selalu menjadi candu. Emh, bukan
itu… Maksudku, terlalu panjang aku menceritakanmu yang sudah menjadi laki-laki
milik perempuan yang berprofesi sebagai penulis.
Aku? Memang tidak ada apa-apanya.
Oh ya,
Selamat berbahagia, kamu
Seperti kataku, kalau kau sudah menyadari bahwa perempuan itu bukan
rumahmu, izinkan aku mencintaimu sekali lagi.
Akhir.
Tasikmalaya, 18 Juli 2019
Comments
Post a Comment