Untuk Ambu dan Abah

Mungkin aku akan berhenti menuliskan tentangmu ketika tanganku lumpuh dan napasku terhenti. Juga mungkin karena aku tak mampu merangkai kata demi kata yang lagi-lagi mungkin memuakkan untuk kamu baca.
Dan tulisanku akan berhenti ketika aku benar-benar ditakdirkan untuk tidak bersamamu di dunia --meskipun saat ini aku tidak denganmu--
Sebentar, memang kapan pertama kali kamu membaca tulisanku?

Tulisanku memang selalu memuakkan, membosankan sampai kamu enggan untuk membacanya, kan?
Aku terlalu mengungkit cerita yang menyenangkan ketika bersamamu dengan bahasa rumit dan ceritaku sulit untuk kamu pahami. Bukan begitu terkaanku?
Jangankan tulisanku, diriku mungkin tidak pernah bersemayam dalam benakmu.

Cepat atau lambat kamu akan mengerti kenapa semuanya aku tuliskan dan jelaskan melalui media tulis menulis. Bukan dengan suaraku.
Kamu mungkin tidak berpikir bahwa aku sudah berpikir kan?
Aku membuat jejak tentang kehidupanku bersamamu. Aku hanya bisa mengenang dalam tulisan, karena tidak ada rekam nyata yang terlalu lama ketika kamu masih disini, denganku.

Kisahku denganmu akan tetap abadi dalam tulisan, tidak akan pernah ada yang mampu merubahnya. Termasuk kenyataan bahwa aku pernah disayangi laki-laki sepertimu --mungkin sampai saat ini, atau mungkin sudah tidak?--
Kalimat "Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya dan Ayah satu-satunya laki-laki yang tidak akan pernah menyakiti." sepertinya tidak sama denganku.

Katakan pada dunia ketika tulisanku berhenti, Ambu dan Abah adalah orang yang paling sering hinggap dalam tulisanku. Katakan pada dunia bahwa tulisanku ini adalah kehidupanku.
Adalah kata hati yang tidak pernah terucap dari lisanku. Adalah jerih payah ketikan jemariku..

Percayalah, ada atau tidaknya diriku dikemudian hari. Kalian akan abadi dalam tulisanku, dalam kalimat kebahagiaanku :)
Akhir-akhir ini aku selalu merindukan Abah, parahnya kerinduan itu semakin meluap.
Dulu aku tidak pernah sesering ini merindukannya, bahkan mataku sangat enggan untuk menangis hanya karena memendam rindu.

Kali ini berbeda,
Semakin menahan untuk menangis, semakin cepat air mata mengalir.
Semoga kerinduanku hanya sebatas rindu dan tidak terjadi apa-apa.
Kali ini aku menyesal, tidak ada rekam jejak denganmu ketika aku sudah dewasa. Aku terlalu menyia-nyiakan ketika waktu pernah mengizinkan kita untuk bertemu meskipun dengan waktu yang sangat singkat. Saking singkatnya aku tidak mungkin menuliskan puisi untukmu hari itu juga.




Comments

  1. yang slalu menciptakan kerinduan tatkala ada apalagi tiada...

    ReplyDelete

Post a Comment