Sudah saatnya saya rehat dari masa kenang manusia yang (pernah) saya tulis.
Allah sebaik-baik pengatur, Allah sebaik-baik rencana dari semua skenario terindah-Nya. Saya tau terlampau berharap pada makhluk akan membuat harapan itu jatuh jauh dari indah. Saya tau tapi mengapa saya masih tetap berharap?
Bodoh..
Menahan untuk tetap bertahan. Meskipun... Sulit?
Ah, mengapa manusia ini selalu mempunyai cara untuk saya tetap bertahan padahal kesepian tak bisa bersembunyi ia terus menganga tak terkuliti.
Kisah kita sudah seperti ranting kering, rapuh.
Tinggal menunggu waktu untuk menjadi debu yang terserak.
Sebenarnya saya bisa menganggapmu lebih penting dari sekedar bait puisi, dari sekedar ribuan abjad yang selalu saya tulis setiap harinya, bahkan lebih penting dari semua buku yang saya punya.
Tapi apa jadinya jika saya menganggapmu berarti sedangkan kau menganggap saya tidak ada apa-apanya. Adilkah?
Saya (pernah) menjadikan kau satu-satunya dalam setiap aksara liuk jemari. Tidak sadar, ya?
Sampai kau tersadar setelah saya hilang dan menceritakan manusia lain dalam tulisan saya.
Permintaan saya hanya satu, anggap saya ada dalam duniamu. Sulitkah untukmu?
Menurut saya ini permintaan sederhana yang tak akan pernah terjadi --sampai saya pergi?--
Apapun yang saya minta selau terlihat rumit di matamu.
Sebelum saya pergi --dari semua aksara tentangmu-- kau ingat tidak, saya pernah meminta bidikan ketika langit sedang merias senja dengan balutan warna jingga. Sampai saya akan pergi-pun kau tidak memberinya. Se-rumit itu pintaku? Se-sibuk itukah waktumu?
Bahagia itu sederhana bukan? Se-sederhana kau mengajak menikmati senja yang kian temaram --dalam mimpi--
Semuanya telah Allah gariskan, semuanya se-mu-a-nya.
Kenyataan terpahit yang harus saya terima adalah (jika) Allah tidak menakdirkan kita bersama dengan manusia yang selama ini kita nanti dan harapkan -kelak-.
Saya tidak akan pernah membenci takdir, saya justru akan sangat berterima kasih karena takdir telah mengizinkan saya untuk mencintai manusia sepertimu --manusia rumit yang pernah saya temui selama hidup-- hehe.
Ini terakhir.
Terakhir saya (pernah) berharap terlampau jauh pada manusia, ini terakhir saya menjadikan manusia sebagai satu-satunya alasan saya untuk tetap bangkit ketika seuruh dunia menganggap saya tidak berarti.
Semoga -si hati- tidak pernah menuntut sipapun untuk selalu ada sebelum waktunya.

Güzeeeeeel 😍
ReplyDelete