Sejak menjadi penulis --meskipun hanya penulis antologi,
dan belum menerbitkan buku sendiri-- Sungguh, aku berterima kasih kepada Allah
yang telah mempertemukanku dengan hal luar biasa ini. Semenjak kehilangan dan
masalah yang hilir mudik, aku bingung harus bagaimana menghadapinya.
Kata Allah, Dia tidak akan membebani masalah
kepada hamba-Nya kecuali sesuai kemampuannya. Kata-Nya lagi, ketika manusia
diberi ujian itu artinya Allah sayang kepadanya dan ingin menguji hamba-Nya
sejauh mana ia bersabar dan bersyukur terhadap kesulitan. Kata-Nya kembali,
setiap ada kesulitan maka akan ada kemudahan baginya.
Aku percaya Allah sungguh baik dan Maha Baik.
Setiap orang punya caranya masing-masing untuk mewadahi setiap masalah di alam
raya. Jalanku untuk berkarya mungkin harus kehilangan terlebih dahulu. Ketika
aku menulis aku merasa luka yang semakin basah kian mengering.
Semenjak kehilangan aku benar-benar merasa galau. Entah
apa yang harus aku lakukan, sepertinya semua yang aku lamunkan sia-sia. Jatuh
dalam keterpurukan tentu tidak mudah untuk kembali bangkit melawan arus.
Aku terlalu bodoh jika harus memikirkan itu-itu
saja.
Aku mencari kesibukan yang sebisa mungkin bisa
sejenak melupakan hal yang sudah seharusnya tak diingat. Aku membaca terus
membaca --karena dulu aku belum aktif di UKM-- bahkan pernah uang jajanku untuk
satu minggu ku habiskan untuk beli buku. Alhasil selama satu minggu aku makan
mie sampai setelah beberapa bulan kemudian, lambungku terkena infeksi dan sudah
tidak bisa lagi makan mie apalagi pedas.
Dan saat ini ketika aku melihat temanku yang
sedang galau karena putus cinta, aku seperti melihat diriku
beberapa tahun yang lalu. --Jadi, dulu itu aku gini yaaa, hehehe--
Aku ingin tertawa namun bukan menertawakan
kisahnya, aku hanya ingin tertawa tentang kisahku. Mengapa bisa aku sampai
terpuruk? Padahal masih banyak hal yang bisa ku lakukan. Menulis.
Dulu, aku tidak ada keinginan untuk menjadi
penulis. Aku hanya suka membaca mungkin perlahan kosa kataku bertambah sehingga
aku ingin melampiaskan semua kekesalan pada tulisan. Karena aku tau, ketika aku
berbicara tidak akan ada yang mendengarkan se-paham diriku sendiri.
Aku masih ingat kapan pertama kali puisiku berhasil
dibukukan. 1 Desember 2017 aku mecoba kembali membuka laman fb,
Allah seperti memberiku jalan untuk berkarya. Di beranda ada seseorang yang
sama sekali tak ku kenal, dia menandai dalam sebuah kiriman lomba cipta puisi
bertema Ibu. Tidak dibukukan pun tidak apa-apa, apalagi menjadi juara aku tidak
pernah berharap. Dan pengumuman puisi terpilih akan diumumkan tanggal 22
Desember 2017 bertepatan dengan hari Ibu.
Aku sama sekali tidak berpikir akan menjadi
juara apalagi ada diantara 50 puisi terbaik. Setelah sholat isya aku mengaji
karena aku semakin ingat Ibu di rumah. Tidak ada yang berbeda, bahkan aku lupa
bahwa hari itu adalah hari yang dinanti-nanti oleh semua penulis puisi.
Allah itu baik. Dengan santainya aku membuka
email, ku kira itu dari Sie. Pendidikan untuk tugas besok. Ternyata itu adalah
email ucapan selamat dari Poetry Publisher bahwa aku juara 3 dan menjadi 50
puisi terbaik. Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan.
Disitulah aku semakin semangat untuk terus
berkarya. Meskipun dulu aku pernah ditolak beberapa penerbit karena diksi nya
kurang ngena katanya. Maha Baik Allah mengabulkan setiap doa
hamba-Nya meskipun tak langsung Ia kabulkan karena menunggu waktu yang tepat.
Ada beberapa kawan dan Netijen yang bertanya
"Teh dew, mau nulis buku sendiri?"
Tentu saja ini adalah impian terbesarku. Tak
terbayang ketika aku menjadi penulis, Ibuku pasti bangga. Namun tidak untuk
saat ini. Aku ingin menulis buku dengan suamiku. Hehehe.
Indah yaa, ditemani orang yang kita cinta sambil
memainkan jari yang lentik diatas keyboard.
Tak sedikit juga yang bertanya "Teh dew,
sejak kapan suka nulis?"
Sejak kehilangan. Pada siapapun itu aku selalu
memberikan jawaban yang sama.
Impianku
menjadi penulis mungkin terlalu jauh, mungkin. Tapi tidak ada yang tidak
mungkin di dunia ini. Netizen harus paham dan yakin Allah akan mengabulkan
setiap doa hamba-Nya.
Dan
aku malu ketika Allah menutup semua aibku. 3 hari yang lalu aku mengikuti
kajian tauhid. Datang telat dan mendapat kursi yang paling belakang. Ketika
pulang bros kupu-kupu dari Ibu hilang, sesekali mencari yaa meskipun tidak ada
tidak apa-apa namun aku tetap berusaha mencarinya. Tidak ada, dan jamaah di
belakang sudah antre untuk keluar ruangan. Pulanglah aku dengan tanpa bros
kupu-kupu yang selalu menemani kajian.
Aku
berani seorang diri, namun melelahkan. Hehe
Ketika
sedang berjalan, ada yang tiba-tiba memegang tanganku. MasyaAllah ini siapa?
Pakai cadar pula. “Teh dew masih ingat aku?” katanya
Mataku
terus menatap matanya, aku benar-benar tidak mengenalnya. Jika aku mengatakan
tidak kenal, aku takut menyakitinya.
“Duh
siapa ya ini... Cantik amat.” Ucapku
“Teh
dew, ini aku Khodijah menti teteh pas liqo di Masjid Besar.” Ucap Khodijah
sambil memeluku.
“MasyaAllah
sekarang Khodijah pake cadar yaa, cantik..” Seraya membalas pelukan Khodijah
yang semakin erat.
Sambil
keluar gerbang kita bertukar cerita, dan Khodijah kini sudah menikah. Hihi
Hal
yang membuat aku malu pada diriku sendiri adalah ketika Khodijah berbisik “Teh,
udah jadi penulis ya sekarangmah. Sukses ya tehh. Aku suka karya-karyanya. Teh
dew, kajian yang mempertemukan kita. Aku dulu sukaa banget pas kita liqo teteh
ngasih materi tentang nikah muda, kaya teteh tuh udah nikah gitu teh padahalmah
belum hehe.” Tawa kecil yang membuatku rindu.
Malu,
benar-benar malu. Kini untuk mendapatkan nama penulis aku tidak mengaku
sendiri, namun orang lain yang menilai. Netizen berpikirlah positif tentang
tulisan ini, bukan membanggakan diri. Aku hanya ingin
meyakinkan netizen bahwa tidak ada do’a yang sia-sia. Jika kita sungguh-sungguh
tentu kita akan dapatkan. Atas izin Allah semua bisa terjadi.
Masih
tidak yakin dengan janji Allah? Bahwa Allah akan mengabukan do’a setiap
hamba-Nya? Yuk perbanyak baca ayat-ayat cinta-Nya :)
Obrolan
yang membuatku ingin liqo kembali dengan mereka. Dengan bertukar nomor whatsapp kita berpisah di persimpangan
karena Khodijah dijemput suaminya yang kebetulan ikut kajian juga. Sweet
moment, mencari ridho Allah dan mencari pahala bersama-sama. --Terimakasih Khodijah
sudah mengizinkanku menceritakan tentangmu disini--
Tasikmalaya,
19 Maret 2018
x

Comments
Post a Comment