Berbicara perihal lamaran adalah hal yang dinantikan oleh setiap muslimah di belahan bumi manapun. Satu langkah menuju kebahagiaan untuk mendapatkan Syurga-Nya. Namun bagaimana jadinya jika yang melamarmu adalah orang yang selama ini tak kau duga? Jikalaupun kau hanya sekedar tau bukan kenal, akankah kebahagiaan ada dalam hatimu? Akankah kau terima lamarannya?
Jika pertanyaan itu menjadi pertanyaan untuk diriku sendiri... Ah, entah.
Yang kurasa bukan bahagia, namun getir dan semakin khawatir. Mengapa bisa dengan semudah itu dia yakin bahwa aku yang terbaik? Dia bercanda?
Tolong, Mas. Menikah itu bukan hanya satu minggu atau satu bulan. Menikah itu selamanya, sampai diantara kita ada yang pulang terlebih dahulu.
Takkah kau takut salah memilih istri?
Dilema. Kata dan perasaan yang tak bisa terlepas akhir-akhir ini dalam hatiku.
Entah, mungkin karena hatiku masih terpaut pada seseorang di masa lalu. Mungkin juga karena luka yang terlanjur susah kering sehingga membuatku lebih sulit untuk mencinta. Ya, aku pernah dipaksa untuk mencintai kehilangan.
Lelaki yang pernah ku temui 10 tahun silam. Dulu, tak pernah saling menyapa apalagi chat. Jikalau bertemu hanya senyum ala kadarnya tidak lebih.
Aku pernah mencinta dengan sangat. Tak akan ku ceritakan, karena yang akan ku ceritakan kali ini seseorang yang baru. Tak lagi tentang dirinya.
Tepatnya 2 minggu yang lalu pria yang tak pernah ku temui selama 10 tahun mengirimkan pesan di email. Menanyakan kabar, sekarang dimana? Dan pertanyaan yang sudah tak asing dilontarkan pria untuk mendekati wanita. Tak pernah ku balas. Meskipun tak ku balas mungkin dia akan tahu karena aku selalu upload kegiatan di kampus, kesibukanku menulis atau hal lainnya.
Sering mengikuti kajian dan seminar nikah muda membuatku berpikir bahwa menikah itu menyenangkan, Syurga bisa kita dapatkan berdua, bahagia bisa kita ciptakan berdua. Tidak ada lagi sakit hati, tidak ada lagi kekecewaan. Impian yang terlalu tinggi untuk menikah muda. Heheh
Pernah mencintai dengan hebat lalu akhirnya berpisah membuatku semakin tak ingin mengenal cinta yang hanya sebuah candaan, tak ada niat serius. Dengan berbagai ingatan tentang cinta yang dulu sempat bersama namun akhirnya berpisah membuatku urung untuk menikah muda. Semakin takut untuk mengenal pria. Aku ingin menikah muda jika pria itu adalah dia. Jika itu bukan, kurasa aku harus menyiapkan lagi hati yang baru. Meskipun luka masih basah, tetap saja aku belum bisa melupakan semua ingatan.
Pria yang... Aku sedikit kelu untuk menceritakannya.
Kala itu aku sedang menulis puisi untuk lomba Nasional dengan ide yang mungkin terlalu dipaksa hingga aku tak menemukan titik temu di baris terakhir. Di tengah menulisku ada nomer yang tidak dikenal menelpon. Dan aku tak pernah angkat siapapun itu, kalau itu penting pasti dia akan sms terlebih dahulu menyuruhku untuk mengangkat.
4 panggilan tak terjawab dan tak sedikitpun aku hiraukan. Aku terlalu fokus di baris terakhir.
"Assalamualaikum.." begitulah chat yang pertama kali dia kirimkan di Whatsapp.
Melihat dari fotonya, ini kan Kang Irwan, ku sebut dia Akang karena beda 2 tahun denganku.
"Waalaikumsallam warrohmatulloh, kang." balasku
Tanpa basi-basi dan tanpa menanyakan kabar, dia langsung bertanya apakah aku sudah dikhitbah atau belum? Pikiranku mengenai puisi sudah beku. Ku tutup word puisi.
Pikiran semakin bercabang. Bukan karena apa, 4 hari yang lalu aku melihat postingannya bahwa ia sudah memantapkan hati untuk mengkhitbah seseorang yang tak pernah ia dekati sebelumnya.
Tak langsung ku balas. Sempat terdiam beberapa saat dengan penuh kebingungan.
Belum beres mengetik dia sudah chat lagi, "Belum kan? Akang tau dari tulisan-tulisanmu. Meskipun akang juga tidak tahu itu cerita asli atau hanya imajinasi. Kalau belum, akang boleh ke rumah?" katanya
Aku sudah tau arahnya kemana, namun aku pura-pura tidak tau.
"Ada apa ya, Kang?" balasku
"Akang mau silaturahmi sekalian minta restu sama orang tuamu." katanya
Deg....
Aku langsung menjauhkan hp, berpikir sedikit keras. MasyaAllah. Seyakin inikah dia?
Tak ada hingar bingar bahagia dalam hatiku. Hatiku penuh kebimbangan.
Tak pernah bertemu setelah sekian lama, tak pernah chat atau apapun itu... Dengan yakinnya dia meyakinkan bahwa akulah yang terbaik untuknya. Namun aku tidak pernah berpikir sejauh itu.
3 hari tak ku balas. Dia sesekali mencari.
Setelah sudah cukup kuat untuk membalas aku kembali membuka chat darinya.
"Untuk sekedar silaturahmi silakan kang, he"
Tidak sampai 5 menit dia langsung membalas "Alhamdulillah, tanggal 15 Akang insyaallah ke rumah dengan Murobbi."
Tak ku balas. Entah itu benar atau hanya omong kosong. Tak dipungkiri aku seperti diikuti oleh jejak yang tak ku kenal.
Aku belum siap jika harus menemukan lagi hati yang baru yang harus aku singgahi seumur hidup.
Entah harus dengan cara apa aku melampiaskan semua kebimbangan. Untuk menulis puisi pun kurasa tak akan mempan. Hiks
Mencoba istikharoh meminta petunjuk terbaik yang dipilihkan Allah. Sudah 2 kali mimpi itu tak kunjung datang. Mimpi ke 3 Allah memberikan petunjuk --tak akan ku ceritakan-- yang jelas aku sudah mendapatkan jawaban.
Ku kira semuanya hanyalah bualan untuk menyentuh hati wanita kemudian meninggalkan. Ternyata tidak. Dia benar-benar datang bersama Murobbi selepas sholat ashar. Aku yang sebelumnya tidak cerita kepada Ibu tentu saja membuat Ibu kaget karena tidak tahu menahu masalah ini. Ibu yang membuka pintu dan menyuruhnya masuk, aku tak ingin bertemu.
Entah apa yang sebelumnya mereka bicarakan, setelah 6 menit berlalu Ibu memanggil lalu menyuruhku membawakan minum. Benar-benar kacau. Dengan masih menggunakan mukena aku menghampiri sambil menunduk. Dalam hati, Yaallah. Ku kira kisah ini hanya ada dalam buku. Tapi aku mengalaminya. Tak berani menatap, Ibu menyuruhku duduk dan hanya mengisyaratkan dengan matanya dia ini siapa?
Dengan kikuk sesekali aku menatap mereka dengan hampa, dengan hati yang sebenarnya masih ada hati yang harus aku jaga. YaAllah...
Kebetulan di rumah hanya ada aku, Ibu dan nenek. Ibu yang tidak terlalu memikirkan pernikahanku --karena kakaku belum menikah-- menatap dengan hati-hati mengatakan bahwa aku jangan salah pilih. Tanpa sepatah katapun Kang Irwan tidak berbicara, hanya Murobbinya yang menyampaikan maksudnya datang ke rumah. Ketika Murobbi itu berbicara aku tidak berani menatap siapapun, aku hanya menunduk sambil berdzikir.
Senyumku mungkin hanya 1 cm ke kiri dan 1 cm ke kanan.
Tidak mungkin aku ceritakan bagaimana Murobbi menjelaskan semuanya. Aku tau netizen akan semakin menerka:(
Semua yang dikatakakan Murobbi sepertinya benar-benar melekat dalam ingatanku. Apalagi ketika dia mengatakan "Kalau bisa, Kang Irwan ini maunya sebelum bulan puasa."
Netizen mengerti perasaanku saat itu bagaimana?
Ku lihat wajah Ibu yang semakin bingung dan tidak menyangka dengan cerita ini. Ibu hanya tersenyum sambil melihat ke arahku dengan sejuta pertanyaan yang ingin ia tanyakan, tapi tidak disini. Tidak ada figur seorang Bapak membuat Ibu bingung menghadapinya. Aku menjadi dewasa seketika. Dengan senyum yang agak sedikit melebar aku menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan yang sedari tadi Murobbi tanyakan. Ibu tersenyum dan mengatakan gimana dia saja, tapi saat ini dia masih kuliah kalau mau pun nanti sudah wisuda. Halah, Ibu salah jawab nih:( tapi dari kata terserah itu mengandung makna. Kenapa tidak bicara dari dulu?
Bismillah.. Saya mengharagai kedatangan Akang dengan Murobbi apalagi ini adalah niatan baik. Saya sudah istikharoh, Kang. Namun sampai saat ini belum menemukan jawaban. Mungkin karena saya masih ragu menerima khitbahan Akang yang tiba-tiba. Meskipun Akang sudah yakin dengan saya, tapi hati saya tidak begitu. Masih ada keraguan yang semakin menyeruak. Saya pernah bertanya pada Murobbi saya perihal ini, bukankah jika ragu tinggalkan saja? Ini ada dalam hadits. Maaf, kang saya belum bisa menerima khitbahan Akang. Terlebih saya belum membicarakan ini dengan Ibu. --Dengan penuh keberanian aku mengatakan itu--
Aku bisa melihat kekecewaan dari matanya. Ia tersenyum dengan senyum yang dipaksa.
Seperti tanpa berpikir panjang dia bertanya "Bagaimana kalau sudah wisuda? Mau menerima akang?" Kang Irwan berani membuka suara. Suara pria yang tak pernah ku dengar.
Deg.. Deg..
Ibu semakin menekanlah dengan matanya bahwa jangan sampai kau mengatakan iya tanpa berbicara pada Ibu terlebih dulu.
Wallohu'alam, Kang. Hati manusia dengan mudah Allah bolak-balikan. Siapa tau ketika saya sudah wisuda, Akang sudah menikah dengan yang lain. Atau sebaliknya. Ini benar-benar tidak menutup kemungkinan.
Jika pertanyaan itu menjadi pertanyaan untuk diriku sendiri... Ah, entah.
Yang kurasa bukan bahagia, namun getir dan semakin khawatir. Mengapa bisa dengan semudah itu dia yakin bahwa aku yang terbaik? Dia bercanda?
Tolong, Mas. Menikah itu bukan hanya satu minggu atau satu bulan. Menikah itu selamanya, sampai diantara kita ada yang pulang terlebih dahulu.
Takkah kau takut salah memilih istri?
Dilema. Kata dan perasaan yang tak bisa terlepas akhir-akhir ini dalam hatiku.
Entah, mungkin karena hatiku masih terpaut pada seseorang di masa lalu. Mungkin juga karena luka yang terlanjur susah kering sehingga membuatku lebih sulit untuk mencinta. Ya, aku pernah dipaksa untuk mencintai kehilangan.
Lelaki yang pernah ku temui 10 tahun silam. Dulu, tak pernah saling menyapa apalagi chat. Jikalau bertemu hanya senyum ala kadarnya tidak lebih.
Aku pernah mencinta dengan sangat. Tak akan ku ceritakan, karena yang akan ku ceritakan kali ini seseorang yang baru. Tak lagi tentang dirinya.
Tepatnya 2 minggu yang lalu pria yang tak pernah ku temui selama 10 tahun mengirimkan pesan di email. Menanyakan kabar, sekarang dimana? Dan pertanyaan yang sudah tak asing dilontarkan pria untuk mendekati wanita. Tak pernah ku balas. Meskipun tak ku balas mungkin dia akan tahu karena aku selalu upload kegiatan di kampus, kesibukanku menulis atau hal lainnya.
Sering mengikuti kajian dan seminar nikah muda membuatku berpikir bahwa menikah itu menyenangkan, Syurga bisa kita dapatkan berdua, bahagia bisa kita ciptakan berdua. Tidak ada lagi sakit hati, tidak ada lagi kekecewaan. Impian yang terlalu tinggi untuk menikah muda. Heheh
Pernah mencintai dengan hebat lalu akhirnya berpisah membuatku semakin tak ingin mengenal cinta yang hanya sebuah candaan, tak ada niat serius. Dengan berbagai ingatan tentang cinta yang dulu sempat bersama namun akhirnya berpisah membuatku urung untuk menikah muda. Semakin takut untuk mengenal pria. Aku ingin menikah muda jika pria itu adalah dia. Jika itu bukan, kurasa aku harus menyiapkan lagi hati yang baru. Meskipun luka masih basah, tetap saja aku belum bisa melupakan semua ingatan.
Pria yang... Aku sedikit kelu untuk menceritakannya.
Kala itu aku sedang menulis puisi untuk lomba Nasional dengan ide yang mungkin terlalu dipaksa hingga aku tak menemukan titik temu di baris terakhir. Di tengah menulisku ada nomer yang tidak dikenal menelpon. Dan aku tak pernah angkat siapapun itu, kalau itu penting pasti dia akan sms terlebih dahulu menyuruhku untuk mengangkat.
4 panggilan tak terjawab dan tak sedikitpun aku hiraukan. Aku terlalu fokus di baris terakhir.
"Assalamualaikum.." begitulah chat yang pertama kali dia kirimkan di Whatsapp.
Melihat dari fotonya, ini kan Kang Irwan, ku sebut dia Akang karena beda 2 tahun denganku.
"Waalaikumsallam warrohmatulloh, kang." balasku
Tanpa basi-basi dan tanpa menanyakan kabar, dia langsung bertanya apakah aku sudah dikhitbah atau belum? Pikiranku mengenai puisi sudah beku. Ku tutup word puisi.
Pikiran semakin bercabang. Bukan karena apa, 4 hari yang lalu aku melihat postingannya bahwa ia sudah memantapkan hati untuk mengkhitbah seseorang yang tak pernah ia dekati sebelumnya.
Tak langsung ku balas. Sempat terdiam beberapa saat dengan penuh kebingungan.
Belum beres mengetik dia sudah chat lagi, "Belum kan? Akang tau dari tulisan-tulisanmu. Meskipun akang juga tidak tahu itu cerita asli atau hanya imajinasi. Kalau belum, akang boleh ke rumah?" katanya
Aku sudah tau arahnya kemana, namun aku pura-pura tidak tau.
"Ada apa ya, Kang?" balasku
"Akang mau silaturahmi sekalian minta restu sama orang tuamu." katanya
Deg....
Aku langsung menjauhkan hp, berpikir sedikit keras. MasyaAllah. Seyakin inikah dia?
Tak ada hingar bingar bahagia dalam hatiku. Hatiku penuh kebimbangan.
Tak pernah bertemu setelah sekian lama, tak pernah chat atau apapun itu... Dengan yakinnya dia meyakinkan bahwa akulah yang terbaik untuknya. Namun aku tidak pernah berpikir sejauh itu.
3 hari tak ku balas. Dia sesekali mencari.
Setelah sudah cukup kuat untuk membalas aku kembali membuka chat darinya.
"Untuk sekedar silaturahmi silakan kang, he"
Tidak sampai 5 menit dia langsung membalas "Alhamdulillah, tanggal 15 Akang insyaallah ke rumah dengan Murobbi."
Tak ku balas. Entah itu benar atau hanya omong kosong. Tak dipungkiri aku seperti diikuti oleh jejak yang tak ku kenal.
Aku belum siap jika harus menemukan lagi hati yang baru yang harus aku singgahi seumur hidup.
Entah harus dengan cara apa aku melampiaskan semua kebimbangan. Untuk menulis puisi pun kurasa tak akan mempan. Hiks
Mencoba istikharoh meminta petunjuk terbaik yang dipilihkan Allah. Sudah 2 kali mimpi itu tak kunjung datang. Mimpi ke 3 Allah memberikan petunjuk --tak akan ku ceritakan-- yang jelas aku sudah mendapatkan jawaban.
Ku kira semuanya hanyalah bualan untuk menyentuh hati wanita kemudian meninggalkan. Ternyata tidak. Dia benar-benar datang bersama Murobbi selepas sholat ashar. Aku yang sebelumnya tidak cerita kepada Ibu tentu saja membuat Ibu kaget karena tidak tahu menahu masalah ini. Ibu yang membuka pintu dan menyuruhnya masuk, aku tak ingin bertemu.
Entah apa yang sebelumnya mereka bicarakan, setelah 6 menit berlalu Ibu memanggil lalu menyuruhku membawakan minum. Benar-benar kacau. Dengan masih menggunakan mukena aku menghampiri sambil menunduk. Dalam hati, Yaallah. Ku kira kisah ini hanya ada dalam buku. Tapi aku mengalaminya. Tak berani menatap, Ibu menyuruhku duduk dan hanya mengisyaratkan dengan matanya dia ini siapa?
Dengan kikuk sesekali aku menatap mereka dengan hampa, dengan hati yang sebenarnya masih ada hati yang harus aku jaga. YaAllah...
Kebetulan di rumah hanya ada aku, Ibu dan nenek. Ibu yang tidak terlalu memikirkan pernikahanku --karena kakaku belum menikah-- menatap dengan hati-hati mengatakan bahwa aku jangan salah pilih. Tanpa sepatah katapun Kang Irwan tidak berbicara, hanya Murobbinya yang menyampaikan maksudnya datang ke rumah. Ketika Murobbi itu berbicara aku tidak berani menatap siapapun, aku hanya menunduk sambil berdzikir.
Senyumku mungkin hanya 1 cm ke kiri dan 1 cm ke kanan.
Tidak mungkin aku ceritakan bagaimana Murobbi menjelaskan semuanya. Aku tau netizen akan semakin menerka:(
Semua yang dikatakakan Murobbi sepertinya benar-benar melekat dalam ingatanku. Apalagi ketika dia mengatakan "Kalau bisa, Kang Irwan ini maunya sebelum bulan puasa."
Netizen mengerti perasaanku saat itu bagaimana?
Ku lihat wajah Ibu yang semakin bingung dan tidak menyangka dengan cerita ini. Ibu hanya tersenyum sambil melihat ke arahku dengan sejuta pertanyaan yang ingin ia tanyakan, tapi tidak disini. Tidak ada figur seorang Bapak membuat Ibu bingung menghadapinya. Aku menjadi dewasa seketika. Dengan senyum yang agak sedikit melebar aku menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan yang sedari tadi Murobbi tanyakan. Ibu tersenyum dan mengatakan gimana dia saja, tapi saat ini dia masih kuliah kalau mau pun nanti sudah wisuda. Halah, Ibu salah jawab nih:( tapi dari kata terserah itu mengandung makna. Kenapa tidak bicara dari dulu?
Bismillah.. Saya mengharagai kedatangan Akang dengan Murobbi apalagi ini adalah niatan baik. Saya sudah istikharoh, Kang. Namun sampai saat ini belum menemukan jawaban. Mungkin karena saya masih ragu menerima khitbahan Akang yang tiba-tiba. Meskipun Akang sudah yakin dengan saya, tapi hati saya tidak begitu. Masih ada keraguan yang semakin menyeruak. Saya pernah bertanya pada Murobbi saya perihal ini, bukankah jika ragu tinggalkan saja? Ini ada dalam hadits. Maaf, kang saya belum bisa menerima khitbahan Akang. Terlebih saya belum membicarakan ini dengan Ibu. --Dengan penuh keberanian aku mengatakan itu--
Aku bisa melihat kekecewaan dari matanya. Ia tersenyum dengan senyum yang dipaksa.
Seperti tanpa berpikir panjang dia bertanya "Bagaimana kalau sudah wisuda? Mau menerima akang?" Kang Irwan berani membuka suara. Suara pria yang tak pernah ku dengar.
Deg.. Deg..
Ibu semakin menekanlah dengan matanya bahwa jangan sampai kau mengatakan iya tanpa berbicara pada Ibu terlebih dulu.
Wallohu'alam, Kang. Hati manusia dengan mudah Allah bolak-balikan. Siapa tau ketika saya sudah wisuda, Akang sudah menikah dengan yang lain. Atau sebaliknya. Ini benar-benar tidak menutup kemungkinan.

Degdegan bacanya dew 😁 tiba-tiba aku kepo pas update di wa story dengan ceritamu ini dew, wallohu'alam yang terbaik aja ya dew. Semangat untuk memperjuangkan cintamu yang sesungguhnya 😊
ReplyDeletehaduuu nuhiiiiiiiiiiiiiii !!! :"3
Deletecie pernah mencinta dengan sangat 😁😁✌
ReplyDeleteBeuuuuuuh 😁
ReplyDelete