Penulis pun Pernah Kecewa


Lampu taman dengan warna teduh menghiasi taman Kota Bandung. Wara-wiri dua sejoli yang sedang menikmati indahnya malam dengan bintang, pun dengan genggaman tangan yang sangat kuat, ditambah alunan musik klasik dari pengamen yang kekinian. Tanpa pernah memikirkan sebuah kehilangan. Mereka mencintai dengan sangat. Seolah mereka tidak akan pernah kehilangan satu sama lain. Mereka ingin tetap bersama selamanya.
Akhir-akhir ini saya kasihan melihat mereka yang berpacaran dengan meng-upload foto di instagram dengan berbagai macam caption untuk menyatakan bahwa dia mencintainya. Alih-alih takut sang kekasih selingkuh atau ketakutan lainnya yang dirasakan oleh mereka yang berpacaran. Dengan berbagai gaya foto berdua, caption yang membuat sang kekasih semakin mencintainya dan lain-lain. Saya juga pernah seperti mereka, dulu.
            Mereka wajar untuk saling mencintai, tapi saya hanya berpesan untuk mereka yang berpacaran, tidak usah terlalu dalam ketika mencinta sebisa mungkin kalian harus siapkan sedikit ruang untuk kecewa. Saya menulis ini atas dasar saya wanita dan tidak ingin wanita lain pula jatuh dalam keterpurukan cinta yang seharusnya tertata rapi, ini malah sebaliknya. Saya sangat bersyukur jika kisah cinta kalian berakhir pada pernikahan, Wallohi.
Saya pun pernah merasakan bagaimana rasanya kecewa dan patah hati yang sangat hebat. Hingga saya pernah membenci laki-laki, sekalipun itu Ayah. Dan saya juga sempat merasakan bagaimana indahnya dicinta dan mencinta. Dulu saya tidak pernah berpikir akan berpisah bahkan saya hanya berpikir sebenarnya hal apa yang membuat saya dan dia berpisah? Dan pada akhirnya? Setelah saya yakin seyakin-yakinnya padanya tetap saja kita berpisah dengan meninggalkan luka yang sulit saya obati sendiri. Tidak bisa dipungkiri, kecewa memang selalu punya ruang untuk setiap hati yang mencinta. Ketika kalian mencinta dengan mati-matian akan selalu ada hati yang rusak, hati yang rapuh dan hati yang hancur luruh.
            Tentu, saya tidak ingin merasakan hal itu, lagi. Sungguh. Saya benar-benar ingin menata kembali hati yang sampai saat ini belum tertata. Ini atas pengalaman beberapa teman dekat saya, termasuk saya karena awalnya kita tak pernah memberi ruang untuk kecewa namun setelah kecewa itu memaksa untuk datang hati tidak bisa melawan, hanya ada kekecewaan dalam hati yang kau titipkan. Sebenarnya hati tak pernah salah, ia memang selalu jatuh sendiri tanpa harus dipaksa dan memaksa.

Jika bukan berakhir di pernikahan, lalu cinta berakhir dimana? Di sudut hati? Di ruang kecewa? Atau... Ah, tak ingin lagi ku teruskan.

Comments

Post a Comment