Tulisan ini nyata, aku tidak berimajinasi.
Dikelas kita tidak terlalu dekat, dia lebih asyik dengan kesendiriannya
dengan teman yang tidak terlalu banyak. Hanya saja aku selalu memperhatikan
tingkah lakunya dikelas, dia sangat pendiam bahkan terlihat lebih menyendiri.
Mencoba berbaur namun akhirnya mundur.
Aku bukan tipe orang yang pilih-pilih teman yang kaya, pintar, cantik, atau
apalah. Dengan siapapun hayu, asal itu masih dalam kebaikan.
Perlahan aku mulai mencoba masuk ke dalam dunianya, aku mencoba mendekati.
Saat itu sedang mata kuliah yang ku sukai. Tapi, baru kali ini aku tidak
memperhatikan padahal ini yang selalu ku nantikan. Aku lebih memposisikan
sebagia dia, ku sebut Fulanah.
Aku hanya bertanya "Kau ini kenapa? Selalu terlihat sendiri?"
Fulanah hanya tersenyum dan menatapku.
Oh tak apa, dia belum siap untuk bercerita.
Setelah 13 menit kita terdiam dan fokus pada yang presentasi, Fulanah mulai
membuka kata.
"Aku mau curhat..." katanya.
"Ku siap mendengarkan dengan senang hati" kataku.
***
Di SMP aku tidak begini, aku selalu
peringkat 1 apalagi di bidang Matematika aku selalu maju paling depan untuk
mengisi soal. Tapi, kata guruku biarkan yang lain tidak harus selalu aku.
Mungkin, ketika hari itu aku menjadi orang yang pemalas. Untuk sekedar latihan
soal aku tidak pernah mengerjakan karena aku tau aku tidak boleh maju.
Saat itu pula, aku dijauhi teman-temanku lebih tepatnya tidak ada yang mau
berteman denganku. Ketika aku mencoba menyapa, mereka semua memalingkan wajah
dengan kesal. Aku belum menemukan alasannya.
“Kau ini kan pintar, aku tidak mau
berteman denganmu.” Kira-kira begitulah ucapan temanku.
Terlebih ketika ulangan hanya aku yang mendapatkan nilai tertinggi, dan
mereka di remidial dan sepertinya
mereka semakin membenciku. Kalau dijauhi karen pelit, aku mengerti. Tapi aku
tidak merasa. LKS selalu aku pinjamkan. Tugas yang tidak mereka mengerti,
selalu aku kerjakan.
Aku tidak punya teman. Kemana-mana sendiri. Jajan, sholat, ke perpustakaan
dan di kelas pun aku sendiri tidak ada yang mau duduk denganku, di sebelahku
hanya tas.
Aku merasa semakin
tertekan. Terlebih ketika pembagian kelompok dan tidak ada yang mau denganku.
Aku selalu mengadu pada Bu Guru bahwa aku tidak mempunyai kelompok. Ketika aku
ditempatkan di kelompok A, mereka serentak berkata “Dia aja yang ngerjain, dia kan
pintar.” Aku hanya tertunduk, dan mereka tertawa dengan lepas tanpa memikirkan
bagaimana keadaanku saat itu.
Aku mengerjakan, sedang mereka merasa tidak ada beban yang harus
dikerjakan. Ku kira dengan cara aku yang mengerjakan mereka akan kembali
berteman denganku, tapi ternyata tidak. Aku semakin ingin keluar di sekolah
ini. Aku benar-benar tidak punya teman.
***
Ternyata Fulanah menangis. Aku sebagai
pendengar ikut merasakan, aku mengelus pundak Fulanah sambil berbisik “Sssst
ada Dosen. Kau tidak sendiri. Kau punya teman, aku.”
Aku mencoba bertanya dengan pelan karena takut menyakiti hatinya yang
mungkin ia kubur dalam-dalam kenangan pahit di SMP.
“Kau tidak pernah bercerita pada Ibu mu? Kau tidak punya teman meskipun itu
hanya satu orang?” Tanyaku
Dia pun kembali berurai air mata sambil bercerita. Untung bangku kita
paling belakang.
“Aku tidak pernah
bercerita pada siapapun termasuk Ibu ku. Ibu yang masih primitif pasti tidak
mau mendengarkan dan pasti aku yang disalahkan meskipun aku tidak salah. Tidak
seperti ibu mu dew, modern. Pasti bisa diajak curhat masalah apapun. Aku tidak
mempunyai teman sama sekali. Saking tidak kuatnya, tiap pulang sekolah aku
selalu menangis di angkot yaa meskipun sudah ku tahan dengan paksa. Air mata
tetap keluar. Ketika sampai di rumah, Ibu hanya bertanya “Kau kenapa?”
“Tidak” itu yang selalu katakan. Bukannya aku tidak ingin bercerita pada
Ibu. Aku hanya belum siap disalahkan dirumah dan masalah di sekolah belum beres.
Aku tidak pernah cerita masalah ini ke siapapun, ku pendam sejak SMP. Dan baru
kali ini aku menemukan orang yang bisa ku percaya setelah 5 tahun ku pendam.
Karena terlalu dipikirkan,
aku sampai sakit TBC dan Typhus. Selama sakit tidak ada teman yang menjengukku.
Aku tidak sekolah kurang lebih 2 bulan. Kebayang kan, aku tertinggal semua
pelajaran. Inilah yang membuatku takut untuk bergaul, aku takut kisah pilu pertemanan
di SMP terulang kembali.”
***
Ternyata aku pun meneteskan air mata. Hehehe.
“Kasihan Fulanah...” ucapku dalam hati.
Fulanah orang yang sangat baik. Dia tidak pelit. Aku tau dia pintar namun
kepintarannya tak ingin dia kembangkan di bangku kuliah, dia takut dijauhi lagi
karena kepintarannya.
Fulanah, kau tidak lagi sendiri. Kau punya banyak teman disini, kau hanya
malu pada dirimu sendiri. Tidak usah malu, belajarlah sepertiku yang mudah
bergaul sekalipun dengan orang jahat :D
Apa kau bisa merasakan bagaimana rasanya ketika kau menjadi orang pertama
yang dia percaya tentang cerita kelamnya? Dia tidak mungkin sembarang percaya
terhadap orang yang bisa dibilang baru kenal sejak kuliah. Sedikitnya dia akan
merasa lebih lega ketika ada orang yang bisa mendengarkan meskipun tidak
memberi saran sebaik mungkin. Aku juga terharu pada diriku sendiri :”D kenapa
dia bisa percaya denganku? Maha Baik Allah. Mendapatkan teman itu mudah. Tidak
harus dengan cara mengghibah kan seseorang agar dia juga membenci yang lain.
Cukup jadi orang baik, ya meskipun aku juga sedang mencoba menjadi orang baik J
Teruntuk Fulanah, kamu harus segera menemukan dirimu.
Comments
Post a Comment