Aku belum pernah melewati jalan ini sebelumnya, ini memang jalan yang bisa dibilang belum pernah aku ataupun dia temui. Cuaca yang mendung dan gerimis, cukup membuatku menikmati setiap perjalanan. Ada yang lebih membuatku tenang yaitu dengan siapa aku selama perjalanan. Namun, kabut yang cukup tebal membuat kacamata ku ber-uap dan aku tidak jelas melihat pemandangan yang seharusnya tidak aku lewati.
Di tengah perjalanan dia mengatakan "Hujan". Entah itu sebuah kode untuk aku segera memakai jaket,--sayang, saat itu aku tidak membawa jaket-- entah hanya memberi tahu karena dia tahu aku sangaaat menyukai hujan. Aku hanya menganggukan kepala --meskipun tahu dia tidak akan melihat ke belakang--
Dia berhenti di dekat pohon yang dihiasi dedaunan hijau tua. Mungkin dia pegal, karena ini perjalanan yang jauh. --ucapku dalam hati--
Ternyata dia berhenti hanya untuk membuka jaket lalu memberikan padaku. Ini terdengar biasa memang bagi mereka yang sering mengalami. Namun aku belum pernah mengalaminya. Wajar jika saat itu aku hanya diam dan menatap mata nya dengan keteduhan yang tidak dibuat-buat.
Ini dingin. Sangat dingin. Aku tidak bercanda. Aku yang memakai jaket pun masih merasa dingin, apalagi dia? Yang hanya memakai kemeja dan celana se-lutut.
Sebelum memulai perjalanan, aku dan dia diam beberapa saat. Aku hanya sempat melihat tetesan embun yang jatuh ke tanah sebelum dia meng-ayo kan untuk berangkat.
Tidak ada perbincangan lainnya. Mungkin aku dan dia sedang menikmati suasana yang tak pernah kita rasakan. Entah, tiba-tiba saja aku membahas cuaca yang tenang pagi ini, tiba-tiba aku membahas hujan yang sedang aku dan dia lewati, sampai akhirnya kita membahas embun yang tadi ku lihat. Embun tadi indah, kataku.
Aku mendengar tawa nya yang renyah, tawa yang... Ah, aku rindu mendengar suaranya...
Mungkin dalam hati dia berkata. Kau menyukai hujan, menyukai senja, dan sekarang mengatakan embun itu indah?
Hehehe.
Bau hujan. Ini yang membuatmu suka hujan bukan?
Aku tidak menjawab karena suara gemercik air membuatku seolah tidak ingin ada yang berbicara. Aku sedang menikmati ketenangan. Disini. Denganmu. --ucapku dalam hati--
Dia tidak marah, dia hanya menoleh sebentar sambil tersenyum. Mungkin dia tau bahwa aku sedang merasakan tenangnya hujan.
Akhirnya, aku dan dia pun sampai di tempat yang katanya ini adalah tempat terbaik bagi orang-orang yang ingin merasakan ketenangan dari hiruk pikuk kerasnya dunia. Kita berjalan perlahan menyusuri tanah yang basah oleh hujan.
Aku kembali menemukan embun yang menyejukan --ini lebih sejuk dan indah dari embun yang ku temui sebelumnya--
Aku mengajak dia untuk melihat sampai akhirnya dia menghampiriku dengan senyum sambil berkata; Sejuk. Indah. Kalau begitu, sekarang aku menyukai embun seperti kau menyukai hujan.
Kenapa tiba-tiba dia menyukai embun? --Ini pertanyaan yang selalu dia tanyakan padaku, kenapa kau menyukai hujan?-- Ketika aku ingin bermain dengan hujan saja dia memarahiku layaknya Bapak yang tidak ingin anaknya sakit karena hujan.
Aku menyukai embun, karena ketika aku menemukan embun, aku sedang bersamamu. Katanya.
Tasikmalaya, 9 Juli 2017
Comments
Post a Comment